30 Hari Bercerita, Mengarang

Baca, Like, Comen, dan Share!

Budi mendapatkan surat dari Ibunya. Ani memberikan amplop surat itu kepada Budi seusai mendampingi anak-anaknya mengikuti kelas daring. Hanin berusia 10 tahun, Alan berusia 8 tahun. Hanya melirik Ibunya, Ani. Lalu, Budi membuka amplop itu secara perlahan. Entah surat penting apa yg akan Ibunya sampaikan pada Budi. Karena di zaman modern seperti ini, Ibu Budi tetaplah jadul. Nggak bisa main handphone. Apalagi ngetik messenger ke anaknya pun tetep gak bisa. Karena itulah Pos selalu menjadi alternatif Ibu untuk berkeluh kesah padanya, jikalau penting. 

"Budi, 2 hari lalu ibu mengikuti sebuah pengajian. Nah, disitu Ibu mendengarkan ceramah. Kurang lebih pesan morilnya seperti ini: Hari ini, betapa banyak anak yang di sekolah tetapi tak diajari mengurusi kehidupan pribadinya sendiri. Tak diajarkan nilai-nilai keagamaan, dan akhlak yg baik. Anak-anak terbiasa mendapatkan keilmuan duniawi saja, tapi lalai dari ilmu akhirat. Hanya untuk sekedar mengajari anak mengaji, kita bahkan meminta orang lain untuk membina mereka. Mari renungi dengan penuh harapan."

"Dik, jangan lupa. Nanti sore selepas magrib anak-anak diajak tilawah bareng." 

"Kamu halu," kata Ani sambil menepuk bahu Budi lantaran mengingau. Entah, Karena ia terlalu rindu dengan Ibu atau bagaimana?? Mas Budi bangun, sebentar lagi sudah mau azan ashar. Lalu Budi terbangun, ia baru sadar. Kalau ia barusan menginggau. Budi ke luar kamar, dan pergi ke kamar mandi. Niat mencuci muka dan mandi, ternyata sabun pencuci mukanya habis. 

Dik Ani, tolong belikan pencuci muka di Alfamart depan ya. Ternyata habis ini. Dengan tersenyum Ani pun pergi ke Alfamart membeli sabun pencuci muka dan bertemu dengan Mbak Kasir Alfamart. 

Comments

Popular Posts