Penaku : Tersadar Karena Catatan

Hai sobat! Pada ngapain nih? Kalau ngak ada kerjaan yukkk kita crosscheck tulisan Ds. Maklum aja, kemarin-kemarin Ds nulisnya asal jadi aja. Alasannya cuman satu. "Ya", sayang banget kalau harus melewatkan suatu moment yang ada tanpa kegiatan menulis. Karena menulis harus diupayahkan. Semua orang juga bisa menulis kok... Ngak usah jauh-jauh deh, kita mulai aja dengan tulisan yang simple dan sederhana. Harus PD abiss. Kalau kita belum bisa menulis untuk orang banyak. Minimal kita coba menulis untuk diri kita sendiri. Yang penting kita fun and happy sama apa yang kita kerjakan. Saperti pekerjaan Ds sekarang, crosscheck tulisan dan tulisan. Topiknya masih yang kemarin koq! Ngak ada yang ditambah ceritanya. Coba deh, dlihat lagi ceritanya!


Berakhir Dengan Mengalah?


Suasana pagi ini sangat cerah, mentari tlah menunjukkan sinarnya pada dunia. cerahnya membuat hatiku menjadi sangat bersemangat untuk pergi ke Kampus. Seperti biasanya, sebelum ke kampus saya mampir terlebih dahulu ke kosan sahabatku. Hanya untuk melepas lelah dan bercanda ria sembari berbagi cerita tentang sesuatu hal.

Pada akhirnya, perbincangan kali ini saya awali dengan sebuah cerita bahagia. Saya bercerita pada seorang Santi. Perbincangan ringan itu membahas tentang figur otoritasku. Saya memandangnya, seperti memberikan isyarat untuk berinteraksi dan berkomunikasi dua arah dengannya.

"Alhamdulillah cek, orang yang istimewa dalam hidupku akan menikah habis lebaran ini", ujarku padanya sambil tersenyum haru sekaligus bahagia.

Cek??? "Ya", itu adalah sapaan akrabku untuk sahabatku. Aneh sih, tapi memang seperti itulah adanya. Dengan panjang lebarnya, saya berbagi kabar bahagia itu kepadanya. Sebut saja Santi. Dia adalah teman terbaikku, kami sering melalui hari-hari indah bersama, berjalan bersama, dan berbagi cerita bersama. Kami melalui banyak hal dalam proses membangun keharmonisan persahabatan ini. Kebersamaan kami ini sering dinilai orang lain seperti sepasang perangko mungkin. Itu sih kata mereka (teman-teman sekelasku). Tapi perasaan ngak gitu-gitu banget tuh. Kalau pembagian kelompok diskusi mata kuliah, kami malah ngak pernah satu kelompok. Bahkan kami sering berselisih karena hal yang sepeleh. Dasar merekanya aja yang lebay dalam menilai keakraban kami. Tapi itu bukanlah suatu masalah.

Bila sudah bebincang-bincang,  suara tawa kami mungkin akan mengusik ketenangan tetangga kosan sebelah. Maklum saja suara ini hampir menyaingi suara toak. beruntungnya pagi ini tetangga sebelah sudah pergi saat saya baru datang ke kosan ini. Jadi dengan leluasanya kami bercerita.


Saya pun mengubah topik perbincangan itu dengan hal yang berbeda dan sedikit serius.

"San, sepertinya saya harus berpikir panjang untuk menjadi wanita karir. Saya baru sadar, dan baru memahami pemuda yang berinisial A yang ku kenal di penghujung tahun 2013 itu. Ia sangat menentang seorang perempuan yang menjadi wanita karir.

Baginya tempat terbaik seorang perempuan adalah di rumah. Menjadi madrasah untuk anak-anaknya. Bukannya malah keluyuran. Beberapa wanita karir melalaikan kewajiban mereka di rumah sebagai seorang ibu bagi anak-anak mereka. Melupakan kodrat mereka sebagai seorang istri. Itulah yang menjadi alasannya, kenapa pemuda yang berinisial A itu tidak mau jika seorang calon istrinya kelak menjadi wanita karir. Ia memiliki pendapat bahwa sebaik-baiknya istri adalah istri yang dapat menjadikan rumahnya tempat ternyaman bagi suami dan anak-anaknya. Jika berdiskusi dengannya, saya tidak sepakat dengan pemahamannya, berselisih padanya, dan menolak pemahamannya. Karena saat itu saya sangat mendukung wanita karir. Jika perempuan hanya di rumah, lalu bagaimana perempuan islam bisa memperjuangkan kebaikan untuk umat-Nya.

Saat itu saya berpendapat, kalau perempuan hanya di rumah saja. Lalu, bagaimana jika pendidikan dan pengetahuan ini dikuasai oleh orang-orang non-islam? Dan pemuda yang berinisial A itu tetap sama. Ia sangat idealis dalam mempertahankan pemahaman itu. "Yah", karena ngak mau berdebat jadi saya iya'in aja itu pendapatnya. Itu saat saya masih bersih keras mempertahankan pemahaman saya. Tetapi, hal berbeda justru bukan melalui perdebatan antara saya dan si A itu yang membuat saya tersadar. Bahwa menjadi wanita karir bukanlah perkara yang mudah.

Beberapa hari ini, saya sering menulis, dan menikmati kesunyian malam. Saya membaca beberapa catatan di facebook dari seorang perempuan. Saya membacanya karena saya sangat membutuhkan referensi untuk bahan tulisan saya. Setelah beberapa jam, akhirnya saya menenukan sebuah catatan yang berjudul "Inilah yang Menjadi Alasanku Untuk Berhenti Menjadi Wanita Karir". Dari judulnya saja sudah mampu menarik perhatianku, membius pikiranku, dan membawaku untuk menjadi seorang yang kepowers sejenak. Dengan rasa ingin tahu yang cukup tinggi, saya pun memutuskan untuk membaca catatan tersebut.

Kalian tahu sahabat, bagaimana perasaan setelah membaca catatan itu? Hati ini sangat terhenyuh, dan seperti memberikan satu jawaban tentang suatu hal yang pernah kuperdebatkan bersama pemuda berinisial A itu, dan kepadamu sahabatku, saat di tangga penyeberangan itu", ujarku padanya dengan seksama.

Tanpa basa basi, saya pun menceritakan padanya tentang kisah seorang wanita karir, sekaligus seorang istri dari seorang pedagang roti bakar dan es cendol di suatu kota. Wanita itu memutuskan untuk berhenti menjadi wanita karir saat ia menyaksikan suaminya terbaring di tempat tidur dengan kondisi badan yang sakit. Bahkan disaat sakit seperti itu, suaminya masih sempat mencuci semua pakaian dan piring kotor. Sementara dirinya tidak melakukan apa-apa. Sebenarnya bukan itu masalah utamanya.

***

Sore itu Pada saat itu, si mbak pulang kerjanya sedikit lembur, dan membuatnya pulang sampai jam 7 malam. Seperti biasanya, saat pulang kerja si mbak dijemput oleh sang suami tercintanya. Setelah sampai di rumah, sang suami terlihat pusing dan memintanya untuk mengambilkan segelas air putih padanya. Nyarisnya, pada saat yang bersamaan justru rasa pusing itu pun juga menimpanya. Lalu, ia mengatakan pada suaminya. "Abi, ambil sendiri ya minumnya. Umi pusing nih, umi baru pulang dari kantor. Umi mau istirahat sebentar ya bi", ujar si mbak kepada suaminya.

Kamu tahu cek, suaminya tidak marah saat istrinya mengucapkan hal demikian. Walaupun kondisinya badanya sendiri pun meriang. Tapi ia tidak mengeluh kepada istrinya. Ia justru membantu pekerjaan istrinya tanpa sepengetahuan sang istri. Karena pada saat itu sang istri sedang tertidur di kamarnya. Karena ia begitu mencintai istrinya, jadi ia tidak sampai hati untuk membangukannya. Sang istri terbangun dari tidurnya sekitar jam 23.34. Dimana suaminya sudah tertidur di kamar dengan kondisi yang meriang. Saat sang istri memegang dahi sang suami. Begitu panas dahinya. Air mata si mbak itu menetes dan meminta ampun pada-Nya. Karena pekerjaannya telah membuatnya melupakan kodratnya sebagai seorang istri, dan ia telah mendurhakai suaminya. Walaupun suaminya tidak marah dan berkata apapun terhadap perlakuannya tadi. Betapa uang telah membuatnya sombong selama ini dengan penghasilannya.
***

Lalu saya berhenti sejenak dan mengakhiri kisahnya. Karena khawatir sahabat saya akan merasa bosan saat mendengarkan saya bercerita. Jadi saya bertanya padanya.

"Cek, saya mau cerita nih", ujarku dengan ekspresi wajah yang antusias.

"Ya, cerita aja. Kan dari tadi kamu juga udah cerita", tangkasnya dengan wajah yang sedikit geram.

"Saya ngak mau ah... Jadi wanita karir. Kamu tahu ngak Cek! berapa gaji mbak itu dalam sebulan?", tanyaku padanya.

"Ya, mana aku tahulah... memangnya berapa gaji si mbak itu, dan berapa gaji suaminya?", tanya santi dengan rasa ingin tahunya.

"gaji mbak itu sekitar 7 juta sebulan, sedangkan gaji suaminya hanya 600 ribu dalam sebulan", jawabku dengan penuh perhatian padanya.

"oh gaji yang lumayan besar. lalu, bagaimana pendapatmu tentang keputusan si mbak itu? tuh, benerkan kataku. Sekarang kan kamu sudah tahu tentang hal itu, ayo... Kita lanjutin lagi perbincangan kita yg kemarin waktu di tangga penyeberangan. kan belum selesai. Nah, sekarang apa kamu masih kekeh mau jadi wanita karir", ujarnya dengan antusias dan tersenyum.


"Kamu tahu DS, aku udah tahu soal ini dari kemarin-kemarin. awalnya hati nurani aku juga sama kayak kamu. Menolak semua kenyataan itu. terus ada perdebatan sedikit antara aku dan pemuda yang beinisial MF itu. tapi pada akhirnya aku juga yang harusnya mengalah. ngakk mungkinlah, walaupun suaminya tidak terlihat marah. pasti ada terbesit dihatinya terluka saat kita mengatakan abi ambil sendiri aja ya minumnya. Pastilah, secara tidak langsung kita telah melukai hati dan perasaannya. Bagaimana kita mau mendapatkan ridho suami, orang Allah aja udah ngak ridho duluan sama kita. Itu terjadi karena Apa? Ya, karena kita mendurhakai suami kita. Itu baru hal kecil yang terlintas di hatinya. Belum lagi hal yang besar. Bisa-bisa kita akan kehilangan impian kita untuk mendapatkan kenikmatan jannah-Nya. Orang dikasih kenikmatan yang simple untuk patuh dan taat pada suami saja susah. Bener ngak perkataanku ini?", jawabnya dengan wajah yang sangat serius.


THE And...

Comments

Popular Posts