PENGETAHUAN SEDERHANA
BACA, LIKE, KOMEN, SHARE, OKE LANJUTKAN!
Hari itu Si Bungsu masih duduk di kelas satu. Dia melihat beberapa hal aneh dari penampilanku. “Ya, apa itu? Hmmm... itu adalah sepasang kaos kaki yang sering ku kenakan kapanpun aku hendak melangkahkan kakiku ke luar rumah.”
Saat itu dia bertanya padaku.
“Mbak, kenapa kamu sering pakai kaos kaki. Padahal ini hari libur, bukan hari sekolah?, tanyanya kepadaku dengan penasaran sembari menatap wajahku”.
Aku tidak heran jika dia harus berkata demikian. Karena yang dia tahu seseorang hanya mengenakan kaos kaki ketika hendak pergi ke sekolah saja. Akan tetapi, saat itu aku tidak menjawab pertanyaannya dengan panjang lebar. Aku hanya tersenyum padanya sembari berkata.
“Gak apa-apa dek?.
Kenapa aku tidak memberitahu tentang alasanku padanya? Untuk apa aku mengenakan kaos kaki, dan haruskah aku melepaskannya atau tidak memakainya saat aku hendak ke luar rumah?
Entahlah, aku belum bisa menjelaskan padanya. Karena saat aku mencoba tuk menjelaskan padanya, dia tidak akan bisa mengerti tentang apa yang ku katakan. Sebab perbincangan itu belum sampai kepada apa yang dia pikirkan.
***
Si bungsu sudah bertambah usia. Sekarang dia duduk di bangku kelas dua. Masih dalam pertanyaan yang sama. Lagi, lagi, dan lagi. Dia bertanya kepadaku. Kali ini di sudut ruangan yang berbeda. Di ruang keluarga, sambil melihat televisi, dan sesekali pandangannya tertuju padaku.
“Mbak, kenapa mbak selalu memakai kaos kaki. Mbak aneh ya?, ujarnya sambil tertawa kecil.
Kali ini pertanyaannya lebih berkembang. Sama seperti perkembangan usia dan kosa katanya. Ditambah dengan argumen kata “Aneh”. Sulit dipercaya. Tapi tidak aneh jika dia harus berkata hal demikian. Mungkin baginya memakai kaos kaki adalah hal yang tabuh bila digunakan selain hari sekolah saja. Tidak ada jawaban lain selain berkata.
“Tidak apa-apa. Biar ngak item aja kaki mbak. Biar mutihin gitu. Hehehe... sembari mengajaknya bercanda”.
Lalu, dia menatapku sambil membalas senyumanku.
Masih seperti hari lalu. Aku tidak bisa menjawabnya lebih banyak. Karena kalaupun aku jelaskan padanya, Dia takkan mengerti. Belum saatnya! Mungkin nanti.
***
Masya Allah. Kini Si bungksu tumbuh menjadi anak yang banyak tanya. Semua karena rasa ingin tahunya yang besar. Kali ini dia duduk di bangku kelas Empat Sekolah Dasar (SD). Itu tandanya, setiap pertanyaannya akan semakin bertambah banyak dan mendalam. Dan mau tidak mau kali ini aku tidak bisa diam saja dengan jawaban yang seadanya seperti kemarin. Kali ini dia harus tahu lebih banyak tentang Mbaknya ini. Memang aku belum bisa menjadi seorang Mbak yang baik untuknya. Tapi paling tidak, aku harus berusaha menjadi yang terbaik untuknya, dan memberikan yang terbaik yang kupunya untuknya, meskipun itu hanya dengan pengetahuan kecil yang sederhana.
Siang itu aku terburu-buru ingin pergi untuk membeli sesuatu ke toko. Tetapi Si Bungsu hendak memberikan pertanyaan kepadaku.
“Mbak aku mau nanya? Tanyanya dengan lantang.
Tapi saat itu, aku harus menahan pertanyaannya lebih dulu. setelah selesai pulang dari toko, baru aku bisa menjawabnya.
“Nanti ya dek! Mbak, mau ke toko dulu. Mbak buru-buru”, ujarku dengan bergegas tuk pergi ke luar rumah sembari memakai kaos kaki.
“Hmm... iya-iya Mbak”, jawabnya dengan wajah yang sedikit kecewa.
Sesampainya di rumah Dia bertanya padaku.
“Mbak beli jajan gak?”, tanya Si Bungsu dengan pengharapan yang indah.
Hehehe... Padahal Dia hanya meminta dibelikan cemilan/jajan. Lalu, Aku menjawab pertanyaannya.
“Engak, lah... tadi kamu ngak mau nitip sih. Coba, tadi nitip.”, jawabku dengan pelan dan tersenyum tipis.
“Yah... Mbak payah, Aku gak dibeliin jajan”, ujarnya dengan wajah cemberut.
Lalu, Aku berjalan untuk menuju ke warung Bakmi Ayam kami. Tiba-tiba Dia menahan langkahku dengan mengajukan sebuah pertanyaan yang belum sempat ku jawab tadi.
“Mbak kok ke Warung sebelah Aja Pakek Kaos Kaki sih? Kan Warungnya masih di dalam Rumah?”, tanyanya dengan kesal.
“Karena di warung banyak orangnya”, jawabku dengan singkat sambil menoleh ke arahnya.
“Iya, jadi kalau di Warung banyak orangnya kenapa Mbak?”, tanyanya dengan ekspresi wajah yang binggung.
“Iya... karena Kaki Mbak adalah Aurat dek”, jawabku dengan sedikit penjelasan.
“ Aurat itu apa Mbak?”, tanyanya kembali dengan menghampiriku.
“Sesuatu yang tidak boleh dilihat oleh orang lain karena mereka bukan Mahram/Muhrim Mbak”, jawabku sambil memberikan pengetahuan sederhana padanya tuk membuat Dia menjadi mengerti.
“Mahram/Muhrim itu apa Mbak?”, tanyanya dengan mendalam.
“Seseorang yang hanya boleh melihat aurat Mbak. Contohnya seperti Ayah, Kakak, dan Adek. Kalau Aurat Mbak gak ditutupin sama kaos kaki. Dosalah Mbak, Ntar Allah Marah sama Mbak”, jawabku dengan menatapnya lalu mencubit kedua pipinya yang mengemaskan itu.
“Oh gitu... pantesan aja Mbak kemana-mana pakek kaos kaki. Padahal ngak lagi sekolah. Hehehe...”, ujarnya dengan ketawa kecil.
Bersambung...



Comments