Cerpen Resolusi Biru

Baca, Like, Comen, dan Share!

Resolusi

Nggak terasa sudah 1 tahun berlalu. Rasanya sebentar sekali. Baru kemarin rasanya kita menikmati canda-ria itu dengan berbagai cerita. Tapi sekarang, kalian sudah pergi untuk mengepakkan sayapnya ke tempat yang berbeda. Lebih tepatnya, menjemput kebahagiaan melengkapi kisah klasik untuk masa depan. Baik itu mengerjar karir, maupun cita-cita lainnya. Kemarin hanyalah kenangan. Biru bercerita keresahannya pada Vidhina di sebuah percakapan via WhatsApp.

"Kamu sudah gila ya? Setahun kamu bilang "Baru"! 

Setahun itu lama untuk sebuah penantian! Kamu mau menunggu sampai kapan? Usiamu itu sekarang sudah berapa? 25 Tahun. Ingat!!! Kamu masih punya waktu 5 bulan lagi untuk sebuah proses ta'aruf.

Membaca message Vidhina yang agak ngegas. Dalam hati Aku hanya bisa ngedumel. Ini orang ngebahas apa coba???

"Biruuuu... Kamu sudah tidur ya?? Kok, pesan WhatsApp ku nggak di read?? 

"Hmmm..."
Aku rasa Vidhina merasa jengkel karena pesan WhatsApp nya tak ku  Read. Habisnya dia  nyebelin. Malam-malam bukannya ngasih mood baik malah ngasih mood nggak baik.

"Enggak kok. Tadi lagi ada kerjaan bentar."
Responku padanya.

"Ehhh Biru, apa lagi coba yang ingin kamu cari dan capai untuk seorang Perempuan seperti kita? Karir sudah baik, dan manteb. Gaji sudah cukup.  Mau Menunggu sampai kapan lagi coba?  Hello! Sadar Biruuuu, 1 Tahun itu lama. Bagi mereka yg sudah ada komitmen untuk membangun sebuah keluarga. 1 Tahun itu bisa mereka lalui dengan harapan pernikahan yang sakinah, mawadah, warrahma. 1 tahun bagi mereka yang sudah menikah, pastinya ada harapan untuk bisa punya momongan. 1 Tahun bagi mereka yg sudah punya momongan, pun akan disiibukkan dengan rutinitas ngurusin suami, rumah, dan anak-anak mereka. Lahhhh... Kamu mau nunggu 1 Tahun berikutnya, dan selanjutnya lagikah?? Mulut ini rasanya sudah berbusa mau ngasih pencerahan padamu. 1 Tahun dibilang Baru Sebentar! Begitu katamu!"

Biruuuu,, Mbok yaa melangkah??? Dia lho... Sudah Move On. Sudah melangkah jauh, dan dia berpikir lebih dewasa. Bahwa merelakanmu mungkin adalah hal yg terbaik. Dia itu punya kehidupan sendiri. Dia ingin bebas, dan pastinya akan menemukan orang-orang baru dalam kehidupannya. Ketika dia sudah menemukan hal yang lebih baik darimu. 

Mungkinkah dia akan datang kembali padamu??? Berhentilah menunggunya! Ada banyak lelaki baik di luar sana yang diam-diam memperjuangkan namamu dalam doanya, yang jelas-jelas ingin meminangmu, dan memintamu langsung dari kedua orangtuamu, lalu kamu mau menunggu apa lagi? Masih kurang cukupkah keseriusan mereka! Kamu mau memilih yang seperti apa lagi??? Mereka sudah cukup dewasa. Sudah cukup mapan. Sudah cukup Sholeh dan berakhlak baik. Lalu, tunggu apa lagi??

Aku hanya membaca semua rentetan  pencerahan itu darinya. Dia tahu apa soal Jodoh? Bahkan Aku sendiri pun tidak tahu, seperti apa Takdir akan mempertemukanku padanya?? Di atas nama langit?? Semua itu masih jadi kisah rahasia antara Aku dan Nya? Baiklah! Tidak ingin ambil pusing. Sambil menghela nafas panjang. Aku pun tersenyum tipis.
***

Perjalanan menuju Sekolah lumayan cukup jauh. Berkisar 1 jam'an. Karena hari ini jadwal piketku. Jadi, Aku memutuskan untuk datang lebih awal. Suasana pagi itu cukup sejuk. Di ruangan Guru ternyata sudah ada Mas Iqbal dan Bunda Yolla. Mereka sibuk mengisi draf absensi kehadiran. Sembari tertawa kecil. Entah pembahasan apa yang mereka bicarakan. Lalu, Aku pun memberikan salam Pada mereka.

"Assalamu'alaikum, Mas... Mbak... Biru pikir, Biru orang pertama yang ngisi absensi hari ini. 

Ternyata sudah ada Mas Iqbal dan Mbak Yolla. Kalah cepat dunks hari ini. Hehehe...", Ujarku sambil tertawa kecil.

"Wa'alaikumssalam. Eh ada Biru. Ngawasin piket  Ya Biru?" Ujar Mas Iqbal sembari menoleh ke arahku.

"Wa'alaikumssalam. Iya kan hari ini jadwal Biru Mas.", Sahut Mbak Yolla.

"Iya Nih Mas. Mas Sama Mbak bisa aja. Padahal Mas sama Mbak Yolla kan juga ngawas piket hari ini. Pura-pura nggak tahu yaaa... Ceritanya mau kompakan buat bikin aku ceneh gitu."

"Su'uzon aja nih Mbak Biru." Ujar Mas Iqbal.

Akhirnya,Aku mengambil posisi duduk di sebelah Mbak Yolla, dan Mas Iqbal duduk di sebelah Mbak Yolla. Mereka memang kompakan. Qadarullah, mereka suami-istri yang ternyata ditakdirkan buat 1 jadwal ngawas piket. Dimana Karir mereka ialah mengajar, membina di Yayasan Sekolah Islam Terpadu yang sama. Tidak hanya itu, Mereka juga terlihat sevisi. Mereka menikah di Jalan Dakwah ini. Jadi hari-hari ku selalu ramai dengan wejangan hangat tentang sesuatu deskripsi kehidupan berumahtangga.

"Biruuuu... Mas Ifan Orang Sunda Lho", ujar Mbak Yolla padaku sembari tersenyum dan merangkul pundaku.

"Lalu????"
"Masak nggak ngerti juga! Karena Kalian adalah dua orang dewasa yang sama-sama Singgle. Apa salahnya coba ta'aruffan. Lagian Mas Ifan sepertinya naksir sama Kamu Biru. Ciee biru, jadi gimana?? Terima nggak???", Tanya Mas Iqbal dengan guyonan begitu.

"Apaan coba? Mbak, dan Mas ini! Aku belum siap menikah Mbak, Mas."

"Kenapa?? Mau Menunggu Apalagi Biruuuu, nggak baik lho terus-terusan nolak lamaran seseorang", petuah Mbak Yolla padaku.

"Nggak kenapa-kenapa?? Intinya belum Siap. Kalaupun sudah siap. Pasti Allah kirimkan jodohku kelak Mbak, dan Mas."

Gubrakkk... Plakkkk....
Sambil Tepak Jidat. Tiba-tiba Mas Iqbal tertawa senang.

"Hehehe... Kalau nggak usaha ya nggak dikirim Allah to Biruuuu. Aneh kamu ini."

"Hmmm... Kenapa malah tertawa Mas? Itukan persepsi Mas Aja. Usaha orang kan nggak melulu harus terlihat jelas didepan orang banyak Mas. Doa kan juga usaha. Hehehe... Udahh Mas, Mbak Aku Ke Perpustakaan dulu.

Sembari meninggalkan kedua orang couple itu. 

Comments

Popular Posts