Queto Vidhia, Bingkisan Cinta Dari Kita, Untuk Kita
"Tanya-Tidak, Tanya-Tidak"
Kembali menimbang-nimbang keinginan untuk memulai percakapan baru padamu. Setelah percakapan yg lalu.
Baiklah! Sepertinya Aku perlu mengirimkan pesan WhatsApp padanya.
"Assalamualaikum, Afwan. Apa Pekan ini bisa bantu kirimkan draft nama penerima donasi kita?"
Awalnya gengsi buat WhatsApp kamu duluan. Ada beberapa kemungkinan yg akan terjadi saat apa yg direncanakan nggak sesuai sama ekpektasi yg ada. Kesal, sabar, atau menerka-nerka apa yg bisa kamu upayakan untuk membantu kegiatanku, sibukkah, dan entah pemikiranku menjadi bercabang seketika.
Tapi, Aku paham betul. Bagaimana tipe pribadiku yg terkesan tidak sabaran, disiplin waktu, dan betapa mengejutkan sisi tempramenku berubah jadi 70 derajat jadi orang yg penyabar. Yaa, sabar menunggu tanda centang dua berwarna biru. Dimana pertanda pesan sudah dibaca, dan kamu pun tergerak untuk membalas pertanyaan pentingku saat itu.
2 menit berlalu. Kamu pun membalas pesanku. Dengan jawaban yg nggak pasti. Kurasa kamu tahu, membaca pesan itu membuatku mengerutu dalam hati sembari menghibur diri. Sabar, kan Aku yg butuh bantuanmu.
Teruntuk kesekian kalinya, betapa Aku sangat memahamimu. Bahkan pertanyaan yg tiap pekannya tetap konsisten untuk kutanyakan padamu.
Lagi-lagi, kamu cuman bisa bales pesan WhatsAppku.
"Belum selesai mbak, nanti ya saya kirimkan nama-nama penerima donasi kita."
Beberapa hari berlalu, dan kamupun nggak juga mengirimkan apa yg Aku butuhkan. Baiklah! Pertanyaan pun segera ku alihkan. Tabayyun, mungkin besoknya tanpa ku minta, kamu langsung mengirimkan permintaanku tempo hari.
"Apakah hari Kamis ini bisa bantu packing donasi?"
"Insya Allah, bisa Mbak." Balasmu dengan emoticon senyum.
Alhamdulillah, Singkat padat dan jelas. Hatiku lega, saat membacanya. Lalu, ku balas pesannya dengan bertanya? Mau jam berapa besok start packingnya?
"Belum tahu mbak, besok Saya kabarin lagi."
Seketika ambyar, mau marah nggak bisa. Cuman banyak-banyak istiqfar.
Menjelang hari-H, kamu tahu hal yg paling membosankan adalah menunggu. Betapa ketidak ontime man mu membuatku mendadak ingin meledak-ledak. Ohhh, tidak bisa. Tidak boleh. Udahlah sabar aja. Beberapa jam berlalu, dan kamu pun datang dengan memberi ucapan permintaan maaf atas keterlibatanmu. Sementara Aku sudah menunggu setengah jam lebih. Pikirku dalam hati, jika kamu tidak bisa membantuku, kan kamu bisa memberitahuku. Tidak perlu ada rasa tidak enak hati, dan memaksa untuk bisa datang padahal ada kesibukkan lain yg menunggumu di luar sana.
***
Qadarulla Wa maa sya'a faa al
Saat mendebarkan penuh haru meskipun belum sampai di penghujung rindu,
Dengan mata berkaca,
Sembari berkata pada Tuhan,
Mungkinkah??
Hanya tanya yg membisu dalam hati,
Memilah-milah hal apa yg akan Vidhia tanyakan pada-Nya,
Toh dari dulu teka-teki rasa memang selalu membawa sekotak tanda tanya? meskipun tak semuanya harus menuntut jawaban,
Selama pertanyaan Vidhia masih sampai ke atas Langit-Nya,
Selama itu pula waktu membuka tabir-Nya,
Ada yg melegakan,
Ada yg menyenangkan,
Ada yg membuat tenang,
Ada yg menyedihkan,
Ada yg menyebalkan,
Ada yg mengecewakan, dan lain-lain.
Tapi begitulah cara Semesta bekerja,
Pelan tapi penuh kepastian,
Sebelumnya,
Benar saja,
Dalam hitungan bulan asumi yg dulunya melemahkan Vidhia, kini justru membuatnya terkesima dengan Skenario-Nya,
Tuhan menjawab teka-teki rasa itu dengan kado istimewa yg mengejutkan.
Maka, apa yg sulit menurut Vidhia??
Allah mudahkan,
Seketika "Kun",
Semoga bukumu segera terbit ya, Dear.
Comments