BUMI ALLAH, TAFAKUR ALAM

Baca, Like, Comen, dan Share!



 

Ada rasa kerinduan pengen mendaki lagi,
Nunggu waktu yg tepat,
Kadang suka iri sama temen-temen yg kerjanya freelance.
Ehhh... Lupa, harus bersyukur.
Ada waktunya kok buat refreshing.
"Nanti, sabar, tunggu dulu."
Inget banget sama kalimat ini, kalimat penghibur diri dikala yg lain suka ngeledekin.
"Ayoo dunks Mbak ikut kita mendaki, ambillah cuti Mbak!"
"Cuman bisa bilang, nggak apa-apa kalian saja yg pergi, Mbak nitip oleh-oleh ya?? Kirimin Foto-foto pemandangan alam disana yg bagus-bagus. Lumayan buat background tulisan yg mau di repost di sosmed."
Mereka pun meng-iyakan.

Jujur,
Masih belum bisa move sama episode waktu itu saat mendaki.
Pas awal perjalanan, santai. Kayaknya strong deh untuk bisa sampai ke puncak.
Cuaca masih cerah alias mendukung.
Pas di pertengahan perjalanan lihat ke belakang, Kok... temen-temen seteam udah nggak ada di belakangku. Cuman ada 1 di depan bawak tas carrier yg lumayan berat. Dengan rute Masya Allah.
Rasa mau stop mendaki, Tapi nggak jadi. Udah nanggung juga mau turun.

Support diri sendiri aja,
Belagak ngobrol sama kata hati sendiri. Pas lihat temen seteam yg bawa carrier di depanku.
"Ayooo, Dian. Masak nyerah sih... dia aja bisa sampai ke atas dengan kondisi bawa tas carrier, tas ransel di depannya, belum lagi tas selempang anak akhwat yg dia bawain. Nggak kebayang beratnya udah kayak apa?? Lah, Aku cuman bawak tas tenda doang masak gak bisa.

Qadarullah, Belum sampai di atas, ujan deresss... Sinyal kadang ada, kadang enggak. Mau lanjut nggak bawa jas ujan. Terus gue bilang sama temen seteam yg ada di depanku.

"Gimana? Lanjut apa enggak?"
Terus dia bilang, kalau Mau lanjut nggak masalah Mbak. Aku kan punya jas ujan, yg Aku pikirin itu Mbak. Saran Aku kita berteduh dulu deh, di pos 1. Masih jauh kalau mau lanjut. Qadarullah, kita berteduh di pos 1. Anak2 disana pada aneh lihat ukhti-ukhti mendaki. Mempersilahkan duduk, dan ada yg berbaik hati meminjamkan jas hujannya.
Masya Allah, baiknya. Karena punya pinjeman jas ujan. Jadi, Kita memutuskan untuk lanjut.

Ehhh... Flashback pulak, sama pesan WhatsApp kakak senior yg pernah mendaki. Pesannya buat Farno.
"Dek, kalau mendaki bukit selero pas ujan jangan ke atas banget mendirikan tendanya. Pas kakak mendaki ada yg di sambar petir. Jadi, dirikan tendanya dipinggiran saja. Jangan terlalu ke puncaknya. Bahaya."
Hanya bisa meng-iyakan.
Realisasinya nggak.

Pas mendaki, udah mendekati Pos 2. Nggak sadar liat depan belakang, samping kiri-kanan.. ternyata udah nggak ada temen yg seteam. Panik ada, tapi namanya mendaki. Kalau lagi berjuang sendiri. Sebenarnya kita nggak benar-benar sendirian. Ada temen baru, bahkan ada banyak kemudahan yg di suguhkan Tuhan buatku saat itu. Pas kehausan. Nggak punya stock minuman yg bisa diminum. Alhamdulillah, ada yg ngasih minum. Padahal nggak kenal, ada yg bawain tas tenda, ada pendaki perempuan yg memang secara usia masih dibawah kita mereka memberikan support,.Ayoo mbak sini, Aku bantu naik. Dia sambut tangan kita. Dikuatin banget. Ketika nggak dapet jalur pendakian melalui anak tangga, ada yg mempersilakan kita untuk 1 jalur anak tangga sama mereka, dan mereka memprioritaskan yg lain buat bisa sampai ke puncak sama-sama. Padahal kondisi ujan deres.

Pas udah sampai di puncak. Binggung mau mendirikan tenda yg dibawa. Untung inget cara masaknya. Qadarullah setelah magrib mendirikan tenda. 1 persatu temen seteam pun datang, dan ketemu. Perjalanan 2 hari serasa udah temenan bertahun-tahun. Meskipun pas sampai ke puncak, nggak bisa menikmati negeri di atas awan, nggak lihat senja karena hujan deras, nggak liat sunrise matahari pagi. Terus kondisi bukbes udah lebih kapasitas massanya. Pas udah di puncak, berasa capek. ngeluh, nggak mau lagi mendaki. Ternyata nagih, pengen mendaki lagi. Ahhh... Jadi rindu mendaki.


Comments

Popular Posts