Cerpen, Unni Lia

Baca, Like, Comen, dan Share!

Kok bisa selapang itu, semudah itu, seikhlas itu, semenerima itu, dan masih banyak awalan kata "SE" terbaik dalam versi-Nya yg dibumbuhi kalimat penasaran, namun berempati pada narasi yg lainnya? 

Unni rasa cukup, wajah teduh, riakan malam itu yg terdengar sunyi dalam ruang, namun bergema dalam relung hatiku, respon Unni kepada Biru.

Qadarullah, Unni sudah nggak lagi menjalani ujian di paket A ataupun C. Unni sudah berhasil menyelesaikan ujian Esainya dengan penerimaan yg baik. 

"Tuhan Sayang bangettttt Ya Biru sama Unni?"

"Iya Unni", Akhirnya Biru menyepakati apa yg disampaikan Unni Lia kepadanya. Untuk Waktu yg sudah bekerja sebagaimana mestinya, 24 Jam sampai hari berganti hari, menjadi minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan tahun ke tahun. Ternyata Dunia punya banyak hal yg memukau di luar daripada Ekpektasi Kita. 

Mungkin Biru sudah cukup tahu, bagaimana perjuangan Unni dalam membalut luka, tanpa mencari penawarnya, dan Dia berikan penawar itu. 

Jika Biru bertanya pada Unni, kenapa Unni bisa melakukan semua itu? Karena Unni teringat akan nasehat kalian. Kalian pernah mengatakan: "Intinya, Unni nggak boleh larut dalam kesedihan hanya karena kenangan tentangnya terlalu memupuk subur di dalam ingatan Unni. Nggak boleh! Nggak boleh menyakiti diri sendiri, dan Unni menyadari bahwa Unni harus terus berjalan ke depan. Disaat yg lainnya sudah bisa melangkah ke tempat yg baru, lalu menyepakati untuk saling melupakan ataupun meninggalkan. Unni nggak boleh berhenti di tempat. Tetap berjalan dengan mantab.

Berkali-kali Unni bertekad merawat harapan pada-Nya untuk yg terbaik. Maka jika sudah Ada, siapapun itu? Segerakanlah! Siapapun Itu? Qadarullah, Ortu Ridha, dan semua dimudahkan. Selamat datang hati yg baru. Sebuah penerimaan paling haru. 

Quetos Unni Lia,
(Seorang nama tokoh dalam karyaku yg belum terbit) 😂😄

Terima kasih sudah menjadi bagian dalam narasiku, dan Aku adalah pembacamu, sebelum bukumu segera terbit. 

Palembang, 14122020

Comments

Popular Posts