Trauma, Fiksi

Baca, Like, Comen, dan Share!

"Aku tak bisa memutar waktu untuk bisa memilih agar tak terluka karena masa lalu. Allah... Aku hanya meminta Engkau bisa membalut lukaku segera, tanpa harus kuingat semua kenangan yg hanya membuatku menangis dalam amarah. Sediakanlah ruang paling lapang dihatiku. Aku ingin memaafkan siapapun yg pernah dengan sengaja melukaiku walau hanya sedetik. Tapi mampukanlah Aku. Aku tahu, Dunia ini belum berakhir. Masih Engkau berikan kesempatan padaku untuk memaafkan. Karena itu, Aku butuh peluk-Mu untuk mendekap hatiku dengan luasnya Kasih dan Sayang-Mu. Ikhlas dengan seikhlasnya pada hal yg pernah terjadi. Sabar dengan sesabarnya pada orang yg melukai. Senyum dengan setersenyumnya menyambut hari baru dengan wajah yg semeringah."

***

Malam itu Mas Ajran tidak ada jadwal menghadiri majelis taklim seperti biasanya. Mas Ajran nampak duduk bersantai di atas springbad mereka. Sebelum tidur dan disaat santai. Dua sejoli ini selalu melakukan rutinitas Storytelling. Lebih tepatnya bercerita dan saling mendengarkan satu sama lain dari kejadian yg dialami seharian ini. Baik itu hal yg menyenangkan ataupun hal yg tidak menyenangkan. Semisal hal yg tidak menyenangkan bagiku. Seperti bercerita masalah riwehnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri, membantu mertua ataupun Kakak Ipar, bermain bersama keponakan, menghadapi tetangga yg suka julid kalau lagi ketemu. Selalu kepo sama kehidupan orang lain. Itu dalam versi problemku sih. Kalau problem suamiku nggak jauh-jauh dari masalah pekerjaan kantor, lelahnya menghadapi atasan yg suka nggak pengertian, partner kerja yg nggak bersahabat, dan menghadapi mood-ku selaku istrinya yg suka aneh-aneh disaat moodnya juga sedang tidak baik. Jadi double pusingnya. 

"Mas" tanyaku. 
"Iya Dek, ada apa?" Responnya. 
"Mas, Aku nggak tega liat Mbak Risty kalau lagi kesel sama nabil suka berbicara dengan nada yg kasar. Mas tahu sendiri kan, gimana aktifnya nabil kalau lagi seneng-senengnya main. Namanya juga anak-anak. Wajar, nggak harus dimarahin. Aku nggak tega, Nggak enak juga dengernya. Kasian. Nabil kan belum tahu apa-apa. Aku tahu, sekarang Aku belum bisa jadi orangtua seperti Mbak Risty. Meskipun nabil anaknya. Kok, Aku jadi merasa terpukul kalau liat Mb Risty gitu. Aku juga tahu, nggak mudah mendidik balita yg super aktif kayak nabil. Mesti banyak sabar. Tapi, Aku sedih liatnya. Kalau kita punya anak nanti, Aku pasti bahagia banget. Aku bakal mendidiknya dengan versi terbaikku, kalau dia nangis. Aku peluk dia. Aku ajak ngbrol dari hati ke hati meskipun dia belum bisa merespon bicaraku dengan kata-katanya. Seenggaknya kalau udah dikasih tahu dari hati ke hati. Klik Ibu dan anak itu bakalan sampai. Nggak mesti harus marah-marah ataupun memaki."

"Sabar yah sayang. Kita sedang berjuang membujuk Allah untuk bisa mengkaruniai kita momongan. Kamu kan tahu sendiri, Mbak Risty itu seperti apa. Aku udah sering menasehatinnya. Tapi tetep kadang didengerin nasehatku, kadang juga enggak. Memangnya Aku tahan apa liat nabil dimarahin sama Umminya. Enggak. Iya sama. Cuman kita bisa apa? Setidaknya kita udah berusaha menasehati Umminya. Kalau kamu liat nabil dimarahin sama Umminya. Kamu pasti tahu kan cara mengalihkan Mbak Risty supaya nggak marahin nabil lagi. Aku yakin, kamu paham sama maunya Mbak Risty."

"Iya tahu, Aku ajak nabil main. Aku rangkul dia, Aku gendong, terus Aku peluk. Aku ajak pergi ke altar belakang rumah. Main deh sama Mamamu dan papamu. Mungkin Mbak Risty lagi capek kali yah Mas." 

"Nah, itu kamu tahu. Mbak Risty kalau lagi capek suka gitu. Kesabaran suka nggak eling. Hobinya ngomel. Mas Bagus aja sabar banget ngadepinnya. Orang udah jadi jodohnya. Mas Bagus kalau liat Mbak Risty ngomelin anaknya. Paling bilang. 

"Dek, jangan suka bicara sama anak dengan nada tinggi. Nggak baik buat perkembangan psikologinya. Namanya juga anak-anak. Jadi mesti sabar momongnya." 

Kalau Mas Bagus udah ceramah kayak gitu. Mbak Risty mah cuman bilang. 
"Iya Mas, tapi Aku tuh capek ngikutin dia lari kesana kemari. Belum lagi mainanya suka diberantakin."

Mas Ajran paham banget gimana karakter Mbaknya, dan Kakak Iparnya. 

"Aku harus bisa memaklumi itu ya Mas. Tapi kalau liat anak kecil dimarahin gitu. Jadi keinget masa kecil yg nggak nyenengin. Aku didik dari orangtua yg super-duper tempramen, disiplin, dan nada bicaranya juga kasar-kasar. Cuman hatiku melow. Jadi berasa trauma aja kalau liat nabil ikut merasakan hal yg sama. Padahal dia hanya anak balita yg imut, lucu, gemes."

"Kalau kita nanti punya momongan. Kita akan mendidik anak kita dengan cara yg baik yah. Yang sudah-sudah. Mas juga pernah ngerasainnya. Punya masa kecil yg nggak menyenangkan. Mas nggak mau lagi mengenangnya. Masa lalu itu untuk dijadikan pelajaran di masa depan.
Jangan dijadikan dendam, walau berat kenangan itu, dan susah untuk dilupakan. Berproses ya sayang. Sebisa mungkin, berusaha memaafkan orang-orang yg pernah melukai kita di masa lalu ya! Allah aja Maha Pemaaf. Jangan sampai itu terulang di anak kita nantinya. Kalau nantinya Allah memberikan amanah pada kita untuk punya momongan. Cukup kita saja yg tahu. Jangan sampai di masa depan dia dendam sama orangtuanya sendiri. Kalau flashback masa lalunya yg kelam, menyedihkan, dan terlukai. Karena sifat manusia itu bakal beda-beda disetiap lahirnya. Tergantung didikan dan pergaulannya. 

***


Comments

Popular Posts