Hari-02, Lelaki Biasa, tapi Masya Allah itu Kamu (Suamiku)

Baca, Like, Comen, dan Share!



Belajar mencintaimu mungkin akan terkesan sangat mudah. Sebaliknya begitu juga denganmu. Karena cinta itu akan tumbuh dengan sendirinya setelah kita Hidup Menggenap. Tapi belajar memahamimu adalah hal yang sangat sulit bagiku. Seperti halnya kamu yang cukup sulit memahamiku.

Iya! Karena kita sadar, bahwa kita diciptakan dengan adanya perbedaan.
Kita sadar bahwa kita punya keterbatasan yang tidak bisa dipaksakan untuk serba mengerti, serba peka dengan keadaan, serba memaklumi kekurangan masing-masing. Dalam kamusmu "memahami perempuan itu lebih sulit daripada membaca kitab fiqh". Entahlah! Serumit apa moodku saat benar-benar tidak bisa membuatmu paham. Bagiku, "memahami lelaki sepertimu itu sulit. Karena disetiap keterdiaman itu, Aku hanya bisa menerka dan menterjemah apa inginmu?" Lucu, saat kita berdua menjadi yang tidak peka di beberapa momen dan keadaan tertentu.

Ada hal yang mengkagetkan, dan ada pula hal yang tidak mengkagetkan.Teruntuk hal yang mengkagetkan. Aku senang, kita tak banyak mengerutu panjang apalagi menuntut soal kekurangan masing-masing dari diri kita. Aku senang, sesulit apapun perihal mengungkapkan hal yang tak menyenangkan. Alhamdulillah, kita bukan orang yang berlarut-larut dalam memendam rasa.

Kamu mencintai Aku, dan Aku mencintaimu. Kata-kata yang terdengar sangat romantis. Ahhh... Ini maya! Tapi di kehidupan sesungguhnya, ini Nyata! Hehehe... Ada romantismenya, dramanya, dan komedinya narasi-narasi kita saat hidup bersama.

Kita sadar, bahwa dalam perjalanan hidup menggenap kita pasti pernah salah. Aku pernah melakukan kesalahan, begitu juga dengan Kamu. Hal terpenting! Selalu perbanyak istighfar ketika kita menyadari diri kita pernah salah. Lalu sediakan stok kata "maaf" dan tindakan "memaafkan" yang banyak buat kita.

Kuberikan stok maafku untukmu, kamu beri stok maafmu untukku. Begitu seterusnya selama kita hidup bersama.  Ternyata setelah menikah, kita masih harus bersusah payah untuk saling mengenal lagi. Karena dalam bahtera rumah tangga proses mengenal itu bukan hanya diawal saja, tapi disetiap harinya. Durasi yang cukup lama. Iya! Selama-lamanya kita membangun rumah tangga ini.
***

Selepas shalat magrib deraian air mata perempuan itu basah dengan sebasahnya. Mukenah menjadi saksi dari luapan rasa hari itu. Khusyuk meminta iba-Nya sembari menyelipkan harapan-harapan terbaik untuk keluarga, rumah tangganya dan diri sendiri. Pintu kamar tertutup rapat, tidak ada yang tahu bagaimana sedih/harunya perempuan itu? Termasuk dengan lelaki yang menemaninya seharian ini. Ada perasan harap yang Masya Allah. Kelak, ada sesosok Lelaki dari bilik pintu yang datang untuk membuka pintu kamarnya. Ada rasa sesak di dada, dan keluh di lisan ini yang tak bisa diucapkan dengan mudah.

18.30 Perempuan itu membuka kunci kamarnya, dan membuka gagang pintu dengan pelan, sembari mengirimkan pesan kepada lelaki yang menemaninya dari membuka mata di pagi hari sampai menutup mata ketika terlelap di malam hari untuk masuk.

Terdengar langkah kaki menuju ke arah kamar. Lelaki itu masuk dengan expresi wajah datar. Tidak ada sepatah katapun.
Aku segera memeluk salah satu kakinya dengan bersimpuh, lalu memegang tangannya dengan erat. Air mata itu masih berderai dan lisan ini menghujaninya dengan permohonan maaf.

"Maaf Mas. Maaf, Astaghfirullah wa atubu ilaih." Hanya kata itu yang mampu kuucapkan. Hatiku pedih, suaraku terdengar segugukan dengan isa tangis yang tak berhenti berderai, dan diri ini dipenuhi rasa bersalah. Barulah paham! Kenapa sore itu Mamas bungkam seribu bahasa, pergi untuk keluar rumah, dan tak merespon pintaku?

Mendengar maaf dariku, tangannya menyambut tanganku. Dia mengajakku masuk, lalu memelukku dengan sangat erat sembari mencium keningku, dan tangannya menghapus air mataku. Dia pun mengucapkan kalimat istighfar "Astaghfirullah wa atubu ilaih." Suaranya terdengar lembut, sembari menganggu dan bekata, "Iya, sudah Mamas Maafkan". Pelukkannya semakin erat, dan tangannya mengusap kepalaku.

Aku termenung dalam lamunan yang dalam. Mengingat betapa baik-Nya (Allah penciptaku) telah menganugerahkan figur Suami yang Masya Allah kepadaku. Memoriku masih terekam jelas. Bagaimana satu kalimat yg dilafazkannya di hari itu, dalam satu tarikan nafas? Membuatku terniang, bukan sekedar menjabat tangan Ayahku saat Akad itu terjadi. Sungguh hal sakral terjadi disana. Rabbku, pilihan-Mu memang yang terbaik. Air mataku masih berderai dan memeluk tubuhnya. Kepalaku bersandar dalam dekapannya. Hatiku sudah jauh lebih tenang. Kulihat raut wajahnya yang datar kini berubah jadi meneduhkan pandanganku, sangat teduh. Lelaki itu sudah berdamai dengan hati nuraninya. Sementara Aku masih memandangnya dengan lamunan yang panjang. Allah ketika menikah ternyata tak mudah untuk taat padanya (Lelaki yg kusebut dengan kata "Suami").

Dalam hati aku berujar, “Terima kasih sudah memaklumi keterbatasanku. Semoga Allah mengkaruniakan kita rumah tangga yang berkah. Semoga ketika di uji dengan ujian rumah tangga, Allah memampukan kita untuk melaluinya dengan pertolongan-Nya, dan dengan keimanan yang baik terhadap ketetapan-Nya. Semoga Allah menautkan hati kita dalam agama-Nya, dan dalam taat pada perintah-Nya. Wahai Dzat yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Memberi Keamanan, Maha Mengatur, Maha Pemberi Karunia, Maha Pemberi Rezeki, Maha Pembuka Rahmat. Aamiin.”

Alhamdulillah, Mamas memaafkan tanpa harus menuntut. Bukan hanya romantisme belaka yang terjadi ketika kita sudah menikah. Tapi narasi klimaks pun pernah terjadi. Bukan hanya soal mengambil Ibrah dari kejadian yang ada. Tapi kejadian itu akan menjadi kenangan manis yang akan tersimpan selamanya. Kalimat itu tak bisa kusampaikan padanya. Semoga dia membacanya, atau biarlah jadi nostalgia kala Aku membacanya.

Palembang, Agustus 2022


Comments

Popular Posts