Hari ke-09, Q-Time Kita

Baca, Like, Comen, dan Share!


Q-Time 1
Bersyukur kita masih menjalani peran kita masing-masing. Aku dengan kesibukkanku, Kamu dengan kesibukkanmu di pagi menjelang siang. Tapi sebelum bersibuk ria, nyatanya kita masih ditakdirkan menikmati perjalanan bersama. Walaupun hanya sekedar pergi kerja/ke kantor bersama. Takdir juga masih menjadikan kita seorang Karyawan dan Karyawati di salah satu Perusahaan. Alhamdulillah, banyak Nikmat yang Allah karuniakan untuk sepasang Suami-Istri seperti kita ini.

Setelah pagi hari disibukkan dengan aktivitas jail-menjail. Entah seberapa sering celotehanku menganggu pendengaranmu kala berleha-leha ria, entah seberapa sering gurauanmu membuatku jengkel dan tertawa kecil saat bersama! Awal dari drama pagi hari.   Lucu namun sesekali kerap membuat hati mengerutu. Bersyukur masih ada tawa di pagi hari kita meskipun harus dicecapi dengan berbagai slaksa rasa. Jelas momentum seperti itu akan jadi kenangan manis kita berdua.

Hal terpenting! Kamu masih memenuhi tanggungjawabmu sebagai Suamiku. Aku masih melaksanakan kewajibanku sebagai istrimu. Walaupun hanya menyiapkan secangkir minuman hangat, dan sarapan ala kadarnya. Intinya bersyukur! Q-time yang terjadi di waktu yang tidak tepat namun penuh makna itu apa? Saat kita menjumpai dan melewati keadaan tertentu di sepanjang perjalanan menuju ke arah kantorku.

Q-Time 2
Ada sapa dan senyum sumringah yang menemani perjalanan kami ketika hendak menuju ke tempat kerja. Suara klakson motor itu terdengar saat kami berpapasan dengan seorang pria berkacamata, dan berpakaian kantor yang rapih lengkap dengan helmnya. Sepertinya Mamas mengenal orang tersebut dengan akrab. Lalu, Mamas mengiyakan tanyaku. Ketika mendengar penjelasan perihal siapa orang tersebut, membuatku berargumen?

She: "Enak yah Mas, diusianya yang masih sangat mudah sudah Allah berikan karir pekerjaan yang melejit, azet dimana-mana, dan istri serta 2 anak yg support."

He: "Tidak perlu membandingkan proses orang lain. Ada ujiannya sendiri-sendiri ketika Allah berikan nikmat itu, dan kita tidak perlu iri dengan pencapaian orang lain. Bukankah semua yang kita miliki di dunia ini nantinya akan dihisab? Kita tidak akan pernah tahu, seberapa berat hisabnya? Bagaimana kesulitan orang lain itu dalam memikul amanah pekerjaan yg diemban, dan rezeki yang didapat orang itu? Kita harus iri terhadap orang yang lebih tinggi ilmunya, lebih banyak infaqnya, dan lebih banyak ibadahnya, serta amal sholihnya.
Rasulullah saw bersabda :  “Tidak diperbolehkan iri hati kecuali terhadap dua orang : Orang yang dikaruniai (ilmu) Al Qur’an oleh Allah, lalu ia membacanya malam dan siang hari, dan orang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfakannya malam dan siang hari” (HR. Bukhari, Tarmidzi, dan Nasa’i).

Pelembang, 29082022

 

Comments

Popular Posts