Sudut Pandang Sebelum Menikah

Baca, Like, Comen, dan Share!



Sudut Pandang

Sebelum menikah Aku punya pandangan, kelak ketika sudah menikah. Aku pengen jadi Wanita Karier. Karena Aku tipe orang yg aktif, lebih sering melakukan aktivitas di luar rumah yang berhubungan dengan banyak orang, dan senang kesana-kemari. Tapi setelah menikah, sudut pandangku berubah drastis. Aku pengen jadi Ibu Rumah Tangga tulen. Dimana kerjaku hanya fokus dengan rutinitas yang sama. Cari duitnya dengan cara buka usaha at home, fokus ngurusin anak ketika sudah punya anak nantinya, fokus memberikan pelayanan terbaik buat Suami. Menyiapkan segala sesuatu yang dia butuhin. Sarapannya, handuknya, Pakaiannya ketika dia mau pergi kerja, dll. Ternyata setelah menikah beda banget sama kondisi yang ada.

Sebelum menikah, Alhamdulillah punya pekerjaan yang baik dan nyaman buat dijalanin. Circle pertemanan dan lingkungan di kantorku baik. Cocok sama style Aku yang beginian. Shalat bisa tepat waktu, bisa tilawah saat jam kosong, bisa shalat dhuha, Insyaallah terjaga ibadahnya, pakaiannya juga syar'i. Kerjanya nggak terlalu berpengaruh sama Asas Sistem. Karena perusahaan kita punya sistem tersendiri yang bisa dipakai sama semua customer/membernya, nggak sulit kok! Kerjanya juga santai. Fokus ketika harus fokus, santai ketika memang lagi santai. Tapi mesti teliti biar minim salah input transaksi. Hehehe... yang jelas harus online selalu. Karena harus memantau komputer dan handphone, makan yah tinggal makan, selama nggak menganggu rutinitas kerja, dan yang terpenting! Kerjanya juga bukan sistem kontrak. Artinya sebertahannya Aku disana. Karena beneran, betah banget.  Apalagi bisa ketemu sama customer yang baik, punya owner dan leader yg baik juga.

Masya Allah, kerja dengan asas kekeluargaan banget. Jadi wajar kalau Aku bisa bertahan disana sampai 4 tahun lamanya. Terus setiap pekannya dikasih ijin buat ikut majelis. Mentarbiyah diri di setiap pekannya. Maklum iman kalau di charger pasti stabil. Kalau nggak di charger pasti drastis. Seperti grafik yang suka naik-turun gaess. So! Tarbiyah is my life. Edukasi sepanjang hayat itu perlu banget! Selama masih terjaga dalam satu jama'ah yang punya visi-misi yang sama.

Setelah menikah, kok ada niatan buat resign yah?? Bukan karena nggak nyaman sih. Tapi sadar diri dengan peranku sebagai seorang Perempuan. Afdholnya perempuan itu lebih banyak melakukan aktivitas di rumah! Tapi setiap orang kan punya kondisi yg berbeda-beda ya? Kondisi yang tidak bisa disamakan dengan orang lain pada umumnya, dan memang tidak perlu disamakan! Apalagi baik dan tidak baiknya itu bukan diukur dari status menjadi Ibu Rumah tangga ataupun menjadi wanita karier. Karena baik dan buruknya itu memang tentang tanggungjawab, itu tolak ukurnya. Selagi dia bisa menjalankan perannya di kantor dan di rumah dengan baik, tahu dengan kapasitas dirinya harus bersikap seperti apa? tahu kapan dia harus jadi orang yang profesional dengan pekerjaannya di rumah dan di kantor? Aku rasa itu sudah cukup. Meskipun seprofesionalnya perempuan di kantor dan di rumah berbeda. Perempuan tetep punya sisi kelemahannya masing-masing. Wanita karier yang di kantor punya apresiasi baik dengan pekerjaannya, ketika dia menjalankan perannya sebagai Ibu rumah tangga mungkin dia penuh dengan keterbatasan. Nggak bisa masak, atau nggak terlalu telaten sama urusan rumah tangga. Begitu juga sebaliknya yang menjalankan peran sebagai Ibu Rumahtangga. Ada kelebihan dan kekurangannya masing-masing yah.

Pada saat itu, bersyukur. Aku punya calon suami yang nggak menuntut Aku untuk resign ataupun nggak resign dari kerjaan Aku yang sekarang. Karena akan ada masanya, dia tahu kapan Aku harus resign ataupun nggak resign? Setelah menikah, pernah mengkomunikasikan keinginan hati  buat resign. Dia nggak pernah memaksaku untuk kerja setelah kita menikah, dan dia juga nggak menuntutku harus resign ataupun enggak resign. Karena dia tahu, uang gajiku dialokasikan kemana, dan buat apa?

Bagiku, dia beneran Suami yg pengertian. Dia bisa memberikan pemahaman yang baik buat hidupku, dan Aku belajar untuk memahaminya tentang banyak hal. Meskipun proses saling memahami itu butuh waktu yg lama. Perihal pekerjaan, resign ataupun tidak. Aku hanya perlu menjalani kehidupanku yang sekarang, menikmati apa yang menjadi bagian dalam perjalanan kehidupanku. Aku nggak perlu repot-repot ngurusin penilaian orang lain terhadap keputusanku.

Sempet beberapa temen deket memberikan pertanyaan dan sedikit komplen dengan keputusanku. "Kamu masih kerja nantinya setelah menikah? Kenapa nggak resign aja? Kalau Aku jadi kamu, Aku pasti memilih untuk resign. Lagian kan Suamimu juga udah kerja. Jadi ngapain kamu harus kerja lagi? Mendingan di Rumah. Enak, bisa ngatur jadwal sendiri. Kamu bisa buka usaha sendiri, dan menentukan berapa gaji yang harus kamu terima sendiri? nggak perlu capek-capek kerja yang menguras waktu. Kamu kerja kantoran, Nine to five. Masuk jam 9 baru pulang jam 5 sore. Bahkan sampai rumah bisa aja sebelum magrib, atau kalau lembur bisa sampai rumah setelah waktu magrib. Pasti kamu capek? Terus kapan waktu Q-time buat keluargamu?"

Sayangnya, Aku nggak pernah ambil pusing dan marah tentang penilaian orang lain terhadap keputusan hidupku. Aku yang menjalaninya, Aku tokoh utamanya, dan Aku yang berperan penting di setiap episodenya. Jadi ya udah! Mereka juga nggak bisa menolong kehidupanku, kalau mereka tahu gimana beratnya beban di pundakku? Enak yah jadi Aku. Ternyata banyak orang yang memandang kehidupanku yang sekarang serba enak.  Alhamdulillah. Tanpa tahu, kesedihanku ataupun kesulitan yang ada di dalam hidupku. Hal terpenting adalah masih ada kok, support dari orang-orang terdekatku. Jadi Aku jalanin aja apa yang menjadi bagianku.


Palembang, 11082022

Comments

Popular Posts