Narasi Tya

Baca, Like, Comen, dan Share!




 
Proses Awal Hijrah
Masing-masing kita punya cerita sebelum melalui proses hijrah ini, bahkan bertemu dengan dekapan ukhuwah ini. Sebuah Lingkaran yang sering kita sebut "Getar di Atmosfer Cinta". Seperti yang dikatakan oleh Ustadz Salim A. Fillah. Sebelum bertemu dengan tarbiyah ini, mungkin ada beberapa kegagalan dalam hidup yang tidak bisa kita cerita di majelis ilmu ini. 

"Kita tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya sakit, sekaligus manis dalam menapaki proses hijrah itu sebelum kita berjuang dalam proses hijrah itu? "

Qadarullah, dari SMP Saya sudah dituntut untuk menggunakan jilbab ketika keluar rumah. Tapi masih belum bisa menjaga batasan dalam bergaul dengan lawan jenis. Masih suka lalai juga, dan masih sering buka jilbab. Lebih tepatnya, belum bisa istiqomah pakai jilbab. Bersyukur, Saya selalu di kasih masukan sama Mbak-Mbak di Rumah untuk dikuatin lagi keistiqomahannya pakai jilbab. "Kenapa? Karena Mbak-Mbak Saya selalu kasih sugesti ke Saya. Kalau Saya membuka jilbab. Kasihan Mama Papa, dan disitu mulai Saya mulai mengerti. Kenapa Saya harus berjilbab. Meskipun hati masih belum tergerak untuk memakai seutuhnya. (Menutup Aurat secara utuh). Memakai Kaos Kaki, dll. 

Ketika kuliah di semester 2. Kok, jiwa dan hati merasa tidak nyaman dengan Style Saya yang belum syar'i. Saya merasa. "Ini seperti bukan diri Saya, dan bukan jalan Saya! Kenapa Style Saya berbeda dengan Mbak-Mbak di Kampus?" Nah, Tya pun mulai bertanya-tanya pada diri sendiri. Kira-kira Mbak itu ikut pengajian dimana yah? Tapi jujur, kok ada rasa malu ketika ingin bertanya ke Mbak-Mbak di Kampus? 

Akhir semester 2, mulai berani iseng-iseng untuk check kontak Whatsapp. Qadarullah, ketemu dengan teman SMP bernama Uci. Stya Uci Masya Allah. Pakainnya syar'i, angun liatnya. So! Saya mulai beranikan diri buat mencoba chatting ke dia. Langsung to the poin. Inget banget sama awal proses hijrah, nanya ke dia begini:
"Ikut kajian dimana Ci?"
"Kenapa?" dia malah balik tanya. 
"Pengen ikut, tapi sekarang Saya lagi di depok Nih"
"Iya sudah! Tunggu kamu balik" berasa Uci lagi support Saya. 
"Pengajian dimana itu Ci?" Saya nggak berhenti nanya ke dia. 
"Itu FMI (Fornt Mahasiswa Islam) di bawah kepemimpinan FPI."

Alhamdulillah, waktu itu tanpa pikir panjang lagi. Saya langsung bilang iya! Ikut! Tapi saat itu Saya nggak ada rok atau pun gamis, adanya jelana Jens. Uci ngasih saran supaya Saya pakai rok. 

Okey! Pulang dari depok pasang niat untuk beli/belanja rok. Ketika hari gajian, langsung pergi sama Uci. Sesampainya di tempat, Saya mulai mengikut semua rangkaian acara, dan di akhir acara pimpinan FMI berkata. "Kalau datang majelis itu harus memakai baju hitam dan memakai nikob." Jujur, saat itu Saya merasa tersinggung. Why? Karena di hari itu, Saya memakai pakaian berwarna pink, dan jilbabnya juga pink. Rasa penasaran Saya masih meronta. 

Akhirnya Saya mulai mencari tau latar belakang majelis FMI itu apa? FPI itu apa? Ketika semua informasi ketemu, dan Saya juga mendapatkan media sosial Ketua FMI. Di sana Saya menemukan informasi yang membuat Saya Kecewa dengan pribadi sekaligus Ketua umumnya. Aib. Saya merasa apa yang disampaikan oleh Ketua Umum di majelis tidak sesuai dengan kata-katanya. Saya yang baru mengetahui penyimpangan itu jadi merasa futur. Padahal baru hijrah. Akhirnya Saya memutuskan untuk tidak ikut lagi majelis itu. Karena bagi Saya Ketua tidak bisa memberikan teladan yang baik kepada kami. Kata-katanya tidak sesuai dengan aplikasi yang ada. 

Hari berlalu, hati masih merasa bimbang dan bertanya pada diri sendiri. Gimana? Kok Saya masih seperti ini saja? Proses awal hijrah dari jilbab pendek ke jilbab panjang, dari jens ke rok. Seperti itu saja. Seperti tidak ada yang berubah dari Style Saya. Akhirnya Saya mulai memberanikan diri bertanya sama Mbak Saya yang ada di Bengkulu. Mbak Saya mau liqo, tapi Saya tidak punya link/relasi pertemanan orang-orang tarbiyah disini? Kemudian Mbak Saya bilang: "Ada rohis tidak di kampus?"

Saat itu, nggak tahu Rohis yang dimaksud Mbak Saya apa? Kalau Lembaga Dakwah seperti yang biasa dikenal LDK ada. Kemudian Mbak itu merekomendasikan Saya untuk ikut LDK sekitar Awal semester 3.

Kenapa Saya bisa tahu nama Liqo. Jujur, Saya sudah familiar dengan sebutan itu. Tapi hanya sekedar tahu, tidak mendalam. Ketika kuliah baru tergerak hatinya untuk mendalami Liqo. Ikut Liqo di Kampus. 

Palembang, 2023



Comments

Popular Posts