Mendewasakan Kita
Setelah menikah jangan pernah meletakkan espektasi besar kepada pasangan hidup kita. Karena dalam rentan waktu itu, pasti dia pernah salah, dan begitu pun sebaliknya. Sadar! Kalau adanya konflik di dalam rumah tangga itu perlu, dan menurutku perlu banget. Biar ada kesadaran dari keduanya, kalau sekarang nggak hanya punya andil sendiri dalam memutuskan sesuatu. Sadar, kalau setelah ketidaktahuan itu kita jadi sama-sama tahu? Mana yang cocok dan tidak cocok untuk kita jalani bersama? Mana yang nyaman dan tidak nyaman? Problem kan ikhtiar dari proses yang tidak menyenangkan, lalu paham bahwa hal yang tak menyenangkan itu nggak selalu buruk untuk sebuah hubungan rumah tangga.
Dulu, lebih memilih meminimalisir konflik. Ehh, ternyata perlu lho mengutarakan hal yang tak mengenakkan itu sama pasangan kita. Biar apa?? Biar dia sadar! Kalau nggak selamanya hal yang dilihat dari sudut pandangnya dia itu betul. Memang nggak mudah memberikan nasihat kepada imam dalam rumah tangga kita. Dia punya ego, dan kita pun punya ego. Tapi setelah melalui problem yang dirasa akan menguras energi paling melelahkan. Dari nangis-nangis sendiri, terus sedieman, dan pada akhirnya memang harus ada yang mengalah. Memberikan ruang paling luas di hati untuk saling memaafkan, dan memberi maaf. Sadar! Mana yang lebih berpotensi mengambil alih duluan untuk pilihan itu. Kalau masih berpegang teguh pada prinsip, dan ego. Ahhh! Kita tak akan menemukan pola yang pas dalam menghadapi onak dan duri ketika mengarungi bahtera rumah tangga ini.
Tahun ke-3 dalam pernikahan kita. 2 tahun pertama berat sekali, dan bisikan buruk itu pasti ada. Bersyukur masih dilindungi Allah dari hal yang tidak baik. Bersyukur Allah ijabah do'a-do'a terbaik itu saat konflik melanda. Bersyukur punya circle pertemanan yang baik.. Ketika ego, dan amarah itu bergemuruh di dalam hati, selalu ada senior baik yang senantiasa menasehati diri ini. Sudah pahamkan! Kalau jodoh kita itu adalah pilihan terbaik kita. Mulai mengingat kebaikan-kebaikannya, bahkan jika kita dipasangkan dengan orang lain pun. Tidak ada yang bisa menerima baik-buruknya seperti halnya pasangan kita yang sekarang. Terus kok kita dikasih ujian melulu? Karena Allah itu sayang, tinggal bagaimana kita memandang ujian itu. Mau dipandang sebagai hal yang berpotensi baikkah untuk kedepannya? Atau malah sebaliknya. Coba banyak membaca kisah-kisah, dan mentadabburi Al-Qur'an. Mau sebesar apapun ujian kita, kalau di dalam hati kita masih ada iman. Percaya deh! Problem yang dianggap besar itu bisa jadi kecil.
Problem itu ada supaya kita bisa belajar menakar rasa cukup dengan pemberian terbaik dari-Nya, belajar lebih banyak bersyukur lagi. Nggak perlu minder, ataupun iri dengan kebahagiaan rumah tangga lainnya. Kan tugasnya setan memang begitu? Selalu membisikkan hal yang tak baik ke dalam dada manusia, lalu masuk dalam alam bawah sadar kita kalau enak yah mereka bisa serasi/cocok. Bisa happy fun bareng, bisa couple dalam beberapa momennya.
Please! Mulai sadar! Kalau itu semua kan hanya pandangan maya, biar kita selalu berasumsi "Rumput tetangga lebih indah daripada rumput sendiri", padahal realnya nggak seindah itu, dan memang ada banyak perjuangan dari rumah tangga milik orang lain yang tidak kita ketahui. Sekarang ganti fokus aja! Kalau setelah menikah, selalu merapalkan do'a-do'a terbaik, selalu minta sama Allah untuk memperbaiki akhlak kita dan juga pasangan hidup kita, selalu minta sama Allah untuk mengikatkan hati kita pada pasangan kita dengan cinta-Nya, bisa mencintai Rasul-Nya, mencintai amalan-amalan kebaikan yang dicintai-Nya, minta rumah tangga yang berkah, minta rezeki yang halal, dan minta Allah cukupkan semua kebutuhan hidup kita dengan kekayaan-Nya, Yang Maha Luas. Rasanya mau sebanyak apapun inginnya kita itu, nggak akan cukup untuk diutarakan semuanya.
Dear, Kita. Mulai belajar konsen sama ujian hidup masing-masing yah! Iya! ujian yang ada di dalam rumah tangga sendiri. Percaya! Nggak akan pernah sama di setiap kondisinya, dan ujian hidup itu sudah Allah takar secara pas untuk hidup kita, lebih tepatnya sesuai sama kadar kemampuan kita. Orang lain mah, nggak akan bisa mengemban amanah besar itu, apalagi untuk memposisikan hal yang sama dengan keadaan kita. Nggak ada keluarga yang ideal, itu sudut pandang kita saja yang salah! Terlalu fokus kepada kebahagiaan rumah tangga milik orang lain. Jadi seolah-olah, ada yah rumah tangga yang seideal itu? Padahal nggak ada rumah tangga yang ideal. Kan dulu kamu memilih pasanganmu atas dasar meminta petunjuk dari-Nya? Jadi serahkan saja semua pada-Nya, nggak ada yang namanya salah pilihan. Pilihan Allah buat hidup kita itu sudah yang terbaik. Yang salah adalah kita! Kita yang tak baik memandang sesuatu dalam berbagai sisi dan sudut pandang. Mau kita arungi dengan materi, kesiapan diri, keharmonisan, ataupun penderitaan, dan ketaatan pun? Kalah keimanan kita terhadap qada dan qadar-Nya, iya nggak akan baik. Namanya Ujian pasti akan ada, akan selalu menemani. Teruntuk semua problem yang telah dilalui di hari lalu. Terima kasih sudah mendewasakan kami. Semoga Allah senantiasa mempermudah urusan agama dan dunia kita.
اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ
“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim no. 771).
Dari Abu Hurairah dia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِى دِينِىَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِى وَأَصْلِحْ لِى دُنْيَاىَ الَّتِى فِيهَا مَعَاشِى وَأَصْلِحْ لِى آخِرَتِى الَّتِى فِيهَا مَعَادِى وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِى فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لِى مِنْ كُلِّ شَرٍّ »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa sebagai berikut: “Alloohumma ashlih lii diiniilladzii huwa ‘ishmatu amrii, wa ashlih lii dun-yaayallatii fiihaa ma’aasyii, wa ash-lih lii aakhirotiillatii fiihaa ma’aadii, waj’alil hayaata ziyaadatan lii fii kulli khoirin, waj’alil mauta roohatan lii min kulli syarrin” [Ya Allah ya Tuhanku, perbaikilah bagiku agamaku sebagai benteng (ishmah) urusanku; perbaikilah bagiku duniaku yang menjadi tempat kehidupanku; perbaikilah bagiku akhiratku yang menjadi tempat kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai tambah bagiku dalam segala kebaikan dan kematianku sebagai kebebasanku dari segala keburukan. (HR. Muslim, no. 2720)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya ujian yang berat akan mendapatkan pahala (balasan) yang besar pula. Sesungguhnya Allah jika ia mencintai suatu kaum, pasti Allah akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho, maka Allah pun ridho padanya. Barangsiapa yang murka, maka Allah pun murka padanya.” (HR. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih)
Palembang, 13 Juni 2024
Kamis, 15:13
Comments